Potensi Pemanfaatan Keilmuan Epigenetika dalam Upaya Pemuliaan Kultivar Baru Tanaman yang Lebih Adaptif
By Erwin Fajar Hasrianda
DUNIAPOTRET.COM | Tanaman memiliki peran yang tak tergantikan dalam pemenuhan pangan dan energi makhluk hidup yang ada di planet ini.
Namun, dalam proses memproduksi berbagai material organik yang rutin kita ambil manfaatnya ini, tanaman senantiasa menghadapi tantangan lingkungan. Issue ini menjadi perhatian besar dalam kegiatan pemuliaan tanaman yang dilakukan.
Sama seperti organisme lainnya, tanaman memiliki kondisi lingkungan ideal untuk mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Akan tetapi, berbeda dengan manusia ataupun hewan, ketika menghadapi cekaman (stress) fisika, kimia, biologi dari lingkungan sekitarnya, tanaman tidak dapat berpindah menghindar ke tempat lain dengan kondisi lingkungan yang lebih menguntungkan.
Dalam mengatasi persoalan ini, tanaman akan berusaha beradaptrasi dengan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan melalui serangkaian ekspresi gen adaptasi yang mereka miliki.
Terdapat sejumlah besar gen, serta mekanisme biologi yang sangat kompleks, yang berperan dalam proses adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan.
Sebagai contoh, ketika menghadapi serangan hama-penyakit, tanaman yang adaptif dapat mensekresi senyawa fenol yang memberikan dampak buruk kepada hama-penyakit yang menyerangnya.
Sedangkan, ketika mengalami stres kimia seperti saline stress (kadar garam tinggi), tanaman akan mensekresi senyawa proline di sell nya guna menjaga kesetimbangan tekanan osmotik di tubuhnya.
Ini dilakukan agar kadar garam lingkungan tidak sampai berakibat buruk bagi metabolisme tanaman.
Gen-gen adaptasi ini juga akan berperan penting dalam pembentukan kutikula daun ataupun akar yang lebih panjang ketika tanaman ditanam di lingkungan yang panas dan kering.
Kebanyakan dari mekanisme gen adaptasi ini berada dalam kondisi tidak aktif dan baru akan diaktifkan ketika tanaman mendapat stimulus lingkungan yang sesuai.
Ini dapat dimengerti dan cukup logis, karena aktifasi secara terus menerus dari mekanisme adaptasi lingkungan tersebut, akan mengkonsumsi sejumlah besar bioenergi dan bioproduk dari tanaman itu sendiri.
Sebagai bagian dari adaptasinya, tanaman harus bisa membagi distribusi bioenergi dan biomassa yang mereka miliki; antara untuk adaptasi lingkungan VS untuk keperluan metabolisme dasar, pertumbuhan-perkembangan, dan regenerasinya secara dinamis-proporsional agar ia dapat bertumbuh dengan efisien.
Mekanisme ini tentunya akan memberikan keuntungan adaptasi biologis tersendiri bagi tanaman tersebut.
Belakangan, agar dapat mengkreasikan tanaman pertanian modern yang dapat konsisten adaptif dan berproduksi tinggi secara lebih efisien, ilmuwan pemulia tanaman serius mengkaji tentang pola mekanisme On-Off berbagai gen yang bertanggung jawab atas proses adaptasi ini.
Dengan kata lain mengkaji tentang mekanisme regulasi dari pola ekspresi gen tanaman pada kondisi cekaman lingkungan. Keilmuan ini kemudian dinamakan dengan mekanisme epigenetik.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang struktur serta pola mekanisme epigenetik, program pemuliaan tanaman dipercaya dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Lebih lanjut, pemahaman tentang respons tanaman terhadap cekaman biotik-abiotik dan pengetahuan tentang bagaimana memanipulasi beberapa gen secara bersamaan untuk mengintegrasikan respons tanaman pada berbagai tingkat di bawah cekaman abiotik, dapat menjadi kunci untuk merakit tanaman unggul yang dapat berproduksi tinggi meski ditanam di kondisi lingkungan yang merugikan.
Misalnya, akan menarik jika tanpa perlu menyisipkan basa DNA dari spesies lain sama sekali (non-transgenik), kelak kita dapat leluasa mengedit struktur epigenetik tanaman target untuk tanaman tersebut memiliki kapasitas yang lebih baik ketika beradaptasi di lingkungan dengan cekaman salin, kekeringan dan ketahanan banjir sekaligus.
Perubahan struktur epigenetik ini didesain untuk membuat tanaman hanya mengekspresikan satu gen dari banyak sifat adaptasi yang dimilikinya, tergantung pada kondisi cekaman lingkungan yang tengah ataupun yang akan dihadapi.
Hal ini diharapkan dapat membuat tanaman menjadi lebih mampu untuk beradaptasi secara spesifik dan efisien sesuai dengan lingkungan tempat mereka ditanam.
Ini dapat didesain menjadi suatu teknik rekayasa alternatif yang hemat bioenergi, dibandingkan dengan teknik rekayasa genetika konvensional yang ada saat ini.
Tidak mengherankan, jika bidang epigenetik diyakini menyimpan potensi yang menjanjikan dalam program pemuliaan tanaman untuk meningkatkan hasil panen di tengah kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim.
Lebih jauh, agar bisa memberikan manfaat selus-luasnya, saya pribadi beranggapan sebaiknya teknologi ini dapat dikembangkan dengan paradigma platform terbuka (open platform) seperti halnya platform Linux di sistem operasi komputer.
Ini dilakukan dengan pertimbangan supaya teknologi ini dapat leluasa direkayasa oleh komunitas penggunanya, menyesuaikan dengan tantangan spesifik yang mereka hadapi dalam kegiatan rekayasa genetika yang tengah mereka kerjakan.
Dengan teknologi rekayasa genetika-epigenetika yang dibuat mudah dan praktis pengoperasiannya, diharapkan dapat muncul banyak pemulia tanaman baru.
Dikombinasikan dengan tingginya biodiversitas lokal yang dimiliki Indonesia, pengembangan teknologi ini kelak maka dapat bermanfaat memudahkan perakitan banyak jenis tanaman pangan baru, mengimbangi tingginya tingkat keragaman ekosistem yang ada di Indonesia.
Sehingga pada gilirannya, tiap lingkungan lahan suboptimal yang ada akan dapat memiliki jenis tanaman pangan uniknya masing-masing.
Secara spesifik keilmuan rekayasa epigenetik berpotensi digunakan untuk mengembangkan novel-tool-kit untuk kegiatan genetik-epigenetik-editing tanaman pangan yang lebih praktis, murah, dan ramah lingkungan.
Produknya kelak kira-kira akan berupa satu set alat dan bahan yang mampu menstimulasi perubahan pola epigenetik dan pola ekspresi gene tanaman menjadi yang paling ideal, menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tanaman tersebut ditanam (environment+climate-smart-crop).
Dengan ini diharapkan kultivar tanaman di masa depan akan mampu tumbuh adaptif, low-input, membaur dengan lingkungannya dan berproduktifitas tinggi.
Agar semakin meluaskan dampak teknologi epigenetik ini ke masyarakat luas, lembaga penelitian di Indonesia juga dapat menggandeng technopreneur dan perusahaan benih pertanian dalam pengembangan dan pemasarannya.
Perusahaan berbasiskan teknologi biomolekuler modern ini, nantinya dapat didorong untuk mengembangkan inovasi yang berfokus pada pertanian yang energi efisien, hidroponik, pertanian low input, ramah lingkungan, dan tanaman super adaptif.
Lebih jauh, selain untuk penguatan bidang pangan-pertanian, pendalaman keilmuan epigenetik juga bisa dimanfaatkan lebih jauh untuk memproduksi bioenergi, biomaterial, protein spesifik secara lebih efisien dan lebih ramah lingkungan.
Pendekatan baru ini tampak menjanjikan untuk diadopsi. Ini karena teknik rekayasa epigenetik dapat dikembangkan sebagai teknik pemuliaan tanaman yang tergolong non-transgenik.
Namun, meskipun menjanjikan untuk program pemuliaan tanaman di masa depan, banyak aspek dinamika epigenetik masih menyimpan banyak misteri.
Karena itu, perlu diteliti lebih dalam untuk dapat meningkatkan kontribusi teknologi rekayasa epigenetik, terkait pengembangan sifat tanaman untuk memerangi efek negatif perubahan iklim dan untuk mengembangkan strategi pemuliaan tanaman berbasis pendekatan baru.
Dampaknya, hasil pemuliaan diharapkan akan lebih baik dan dapat diterima oleh kebanyakan orang.
Dengan begitu, diharapkan kita dapat menghasilkan program pemuliaan yang lebih baik untuk memerangi kelaparan, malnutrisi, serta memperkuat ketahanan pangan, dan dunia industri green economy di Indonesia.
Erwin Fajar Hasrianda,
Peneliti Bidang Genetika Tanaman, Pusat Riset Rekayasa Genetika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Post a Comment for "Potensi Pemanfaatan Keilmuan Epigenetika dalam Upaya Pemuliaan Kultivar Baru Tanaman yang Lebih Adaptif"