Keberanian Presiden Jokowi Memanifestasikan Konstitusi Negara RI Di Kancah Dunia
Oleh : Yon Soedono.
DUNIAPOTRET.COM | JAKARTA, Dalam lawatannya ke Jerman memenuhi undangan KTT dari negara-negara anggota G7, Presiden Indonesia Joko Widodo yang juga sebagai pemegang Presidensi G20 ternyata sangat fokus pada konflik/peperangan antara Rusia dan Ukraina yang kita semua lihat dan rasakan dampak negatifnya terhadap kemanusiaan dan perekonomian dunia.
Terhentinya pasokan minyak bumi, gas alam dan bahan makanan dari kedua negara yang sedang bertikai itu pada gilirannya hanya akan membuahkan "Simalakama" yang keduanya juga akan berujung pada kehancuran dunia yaitu bila dibiarkan maka akan terjadi kelaparan, krisis ekonomi dan energi yang parah entah sampai kapan atau justru akan terjadi perang hebat dari negara-negara Blok Barat dan negara-negara Rusia dan Blok Timur yang pastinya juga akan menghancurkan dunia.
Disaat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) seperti tidak bisa berbuat apa-apa dan semua negara seakan hanya bungkam dalam kecemasan yang mendalam, kemudian banyak pengamat dan masyarakat dunia yang kagum dan menilai bahwa betapa berani dan bernyalinya Presiden Jokowi mendatangi kedua negara yang sedang konflik bersenjata itu, padahal sudah banyak korban yang direnggut baik dari militer maupun masyarakat sipil, khususnya di pihak Ukraina.
Tentunya hal itu karena Presiden Jokowi mempunyai beberapa hal sebagai dasar pertimbangan yang pasti, mengapa beliau sama sekali tidak mempunyai rasa khawatir apalagi takut dalam mengunjungi kedua negara tersebut dalam membawa misi perdamaian meskipun taruhannya adalah rakyat dan negara Indonesia yang juga masih punya banyak masalah untuk diselesaikan oleh beliau.
Pertama, Rasa takut biasanya timbul dari ketidaktahuan seseorang dalam mengatasi masalah, adanya latar belakang kesalahan atau keburukan yang dimiliki seseorang sehingga ia takut untuk tampil dan terakhir adalah tidak adanya rasa percaya diri serta dukungan dari orang-orang yang ia yakini mencintainya.
Terkait dengan itu, Presiden Jokowi bukanlah orang yang mempunyai tiga kategori tersebut, terlebih beliau adalah Presiden yang sangat dicintai dan didukung oleh rakyatnya sekaligus pemegang mandat Presidensi G20 sebagai bentuk nyata kepercayaan negara-negara besar kepada dirinya hingga beliau sepenuhnya tidak punya beban serta yakin bahwa resiko dan ancaman terhadap dirinya dipastikan hampir tidak ada.
Kedua, Konstitusi negara Indonesia yang punya politik luar negeri bebas dan aktif yang tidak pernah punya konflik serta tidak punya kepentingan dari konflik antara Rusia dan Ukraina juga menjadi dasar bagi keyakinan Presiden Jokowi untuk berkunjung kesana, ibarat datang ke rumah kedua sahabatnya yang sedang bertikai kemudian mengajak kedua sahabatnya itu untuk berdamai.
Ketiga, Terlebih antara Indonesia dan Rusia punya romantisme hubungan dimasa lalu antara Presiden Soekarno dengan Presiden Nikita Kurchev dan juga Leonid Bresnev (mantan presiden Uni Soviet) yang kala itu menjabat sebagai ketua parlemen di Uni Soviet yang mana keduanya menobatkan Presiden Soekarno sebagai "Bapak Kemanusiaan Internasional" (1961) meskipun setelah itu sempat ada kerenggangan selama lebih dari tiga dasa warsa pada era orde baru (presiden Soeharto) yang mana hal itu sangat bisa dipahami oleh pihak Rusia (Uni Soviet).
Keempat, Presiden Jokowi bukanlah seorang pemimpin yang suka melupakan dan tidak mempelajari sejarah, terlebih terhadap apa yang sudah diukir dan menjadi _Blue Print_ akan segala bentuk, arah dan cita-cita luhur dari para pendiri bangsa Indonesia, karena itu beliau sangat meyakini bahwa negara ini bahkan dunia akan baik-baik saja bila beliau berhasil memanifestasikan konstitusi negara Indonesia dengan konsisten dan bersungguh-sungguh.
Terkait dengan butir ke empat diatas, kita juga masih ingat saat Presiden Jokowi maju dalam Pilgub DKI, dalam menjawab pertanyaan mass media beliau mengatakan bahwa membangun DKI bukan hal yang terlalu sulit karena banyak pendahulu beliau sudah membuat _Blue Print_ (Konsep Penataan DKI) yang baik serta dananya pun sudah tersedia cukup besar tapi kebanyakan tidak diikuti dengan eksekusi sehingga sekarang tinggal persoalan mau dan berani atau tidak untuk mengeksekusinya, maka Gubernur DKI sebetulnya tidak perlu buat gagasan-gagasan baru. Dan itu pula yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia serta membawa Indonesia ke kancah internasional.
Kelima, Pastinya misi perdamaian yang dibawa oleh Presiden Jokowi tersebut mendapat dukungan kuat khususnya dari negara-negara berkembang yang saat ini sedang sangat kesulitan dan mengalami krisis dan inflasi yang bisa mengakibatkan ambruknya negara-negara tersebut karena pastinya akan dimanfaatkan oleh pihak oposisi di masing-masing negara tersebut yang akan membuat kekacauan serta dapat menjatuhkan rezim.
Disamping Prinsip Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme sebagai Sila Pertama dari Pancasila 1 Juni 1945 yang tidak berarti bangsa Indonesia adalah penganut Chauvinisme atau Uber Alles yaitu anggapan negara-negara di Eropa dulu yang merasa mereka bangsa paling benar atau bangsa paling hebat tapi bangsa Indonesia juga berpegang pada Prinsip Internasionalisme (Perikemanusiaan sedunia) yang merupakan Sila ke dua dari Pancasila 1 Juni 1945 seperti yang disampaikan oleh Presiden Soekarno dalam sidang BPUPKI.
Banyak orang yang pada umumnya beranggapan bahwa terciptanya keamanan dan perdamaian dunia hanya apabila ada perimbangan kekuatan militer tapi saya tegas katakan TIDAK, sebab teknologi militer akan selalu berkembang dan pastinya perkembangan itu akan dimulai dari negara-negara adi daya yang punya sejarah puluhan bahkan ratusan tahun berpengalaman dalam pengembangan teknologi sehingga tidak mungkin terjadi adanya perimbangan kekuatan militer di semua negara.
Kita juga sudah melihat bahwa selama ini PBB seperti tidak punya nyali, tidak berdaya dan tidak tegas terhadap Amerika dan sekutunya yang telah melakukan banyak kejahatan terhadap beberapa negara khususnya di TimurTengah, apa sebabnya ?
Pertama karena selama masih ada NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) maka percuma ada PBB meskipun sekarang Pakta Warsawa sudah dibubarkan.
Ke dua, bahwa Rusia sebagai bekas negara anggota Pakta Warsawa adalah salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB yang sekaligus pemegang Hak Veto di PBB.
Sehingga saat kedua negara anggota tetap DK PBB dan pemegang Hak Veto sedang bertikai yaitu Amerika dan Rusia seperti sekarang ini, lalu apa yang bisa dilakukan oleh Sekjen PBB dan negara-negara anggota lainnya ?
Jadi selama masih adanya Blok Barat dengan kekuatan NATO dan belum dijadikannya Internasionalisme sebagai satu-satunya Prinsip bagi PBB maka PBB tidak akan pernah punya nyali dan fungsi serta selamanya dunia akan terpecah dalam dua kekuatan (Blok Barat dan Blok Timur) yang terus saling berebut pengaruh bahkan menginvasi negara-negara berkembang, khususnya yang dilakukan oleh Amerika dengan tujuan untuk dijadikan sapi perah mereka.
Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 pada sidang BPUPKI, Ir. Soekarno juga sudah jelas mengatakan bahwa "Internasionalisme tidak dapat tumbuh subur bila ia tidak berakar pada Nasionalisme, sedangkan Nasionalisme tidak dapat tumbuh subur bila ia tidak hidup di taman sarinya Internasionalisme" itulah konsep geopolitik yang dapat mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia di dunia.
Kita semua bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada Presiden Jokowi atas capaian upayanya yang sedikit banyak dapat kembali mencairkan ketegangan antara Rusia dan Ukraina, hal itu dibuktikan dengan kembali dibukanya pemblokiran jalur laut bagi Ukraina untuk kembali dapat men-supply bahan makanan pokok serta pupuk ke berbagai negara. Dan lebih dari itu bahkan Presiden Jokowi masih bisa membawa oleh-oleh berupa akan adanya peningkatan kerjasama di bidang industri dan ekonomi dari kedua negara yang sedang bertikai itu.
Satu hal sangat penting yang lupa dibahas dan disadari oleh para pengamat dan masyarakat kita adalah bahwa kemarin Presiden kita Ir. Joko Widodo secara tidak langsung sedang menggunakan kesempatan langka ini untuk membawa dan memperkenalkan manifestasi konstitusi negara Indonesia dihadapan seluruh negara-negara dunia yang matanya sedang tertuju tak berkedip kepada beliau, yaitu implementasi dari Prinsip Politik Luar Negeri Bebas Dan Aktif serta Prinsip Internasionalisme yang semoga akan diikuti dan menjadi role model bagi seluruh negara-negara di dunia dalam mewujudkan perdamaian dunia sebagaimana dulu dilakukan oleh Presiden Soekarno lewat CONEFO (Conference Of The New Emerging Forces) yang diikuti oleh ⅔ negara anggota PBB untuk selanjutnya To Build The World a New (Membangun Dunia Kembali), tentunya dalam kondisi yang lebih baik dalam segala hal.
Semoga Indonesia lewat kepemimpinan Presiden Joko Widodo, hari ini telah menancapkan tonggak sejarah baru bagi terwujudnya Internasionalisme sebagai "The New Role Model" di muka bumi untuk selamanya.
Post a Comment for "Keberanian Presiden Jokowi Memanifestasikan Konstitusi Negara RI Di Kancah Dunia"