Kondisi Berbalik! AS di Ambang Kehancuran, China Berjaya
Jakarta - Amerika Serikat (AS) yang telah dijuluki sebagai negara adidaya sepanjang abad ke-19, dinilai tengah menghadapi kerentanan. Sebaliknya, negara pesainya China justru digadang-gadang akan menjadi sumber utama kekuatan ekonomi dunia.
Merujuk paparan The New Rules of War: Victory in the Age of Durable Disorder (2019), setelah 1945, perang di dunia tak hanya berada di lingkup satu negara, alias melintasi batas-batas politik negara.
Hal ini disebabkan karena perang lebih didasari oleh sentimen kebangsaan dan keagamaan yang militannya bisa lintas negara. Pertarungan antara suku A dan B, bisa saja berada di 2-3 negara.
Pandangan baru inilah yang gagal dipahami oleh AS. Mereka memakai strategi perang dunia, bahwa kemenangan diraih usai membunuh pemimpin dan menghancurkan militer musuh. Dalam setiap pertempuran, AS berhasil menghancurkan militer dan pemimpin, tetapi tidak dengan ideologis atau pemikirannya yang tetap eksis.
Akibat gagal menghabisi akar ideologis yang lintas negara, dan terlena oleh kemenangan "semu" usai membunuh pemimpin, lahirlah berbagai kelompok ekstremis yang melahirkan gerakan terorisme global, salah satunya bernama ISIS.
Terbukti saat ISIS melancarkan aksi terorisme terhadap Barat, khususnya AS demi tercapainya kehancuran AS itu sendiri. Kasus-kasus seperti ini sebetulnya jadi bumerang bagi AS. Sejak tahun 1970-an, dan memuncak saat memasuki abad ke-20, sudah ada berbagai prediksi American Decline atau kemunduran AS.
Penyebab kemunduran saat memasuki abad ke-20 ini disebabkan karena AS membuat seluruh dunia kecewa karena agresi militer dan sistem kapitalismenya. Hal ini disampaikan oleh Nicholas Kitchen & Michael Cox dalam "Power, structural power, and American decline" (Cambridge Review of International Affairs, 2019).
Model kapitalisme AS yang sebelumnya begitu dominan, juga dipandang telah merusak politik, menghambat pertumbuhan, dan melemahkan daya tarik AS dalam tatanan global.
Berhubung AS mulai melemah, di sinilah China muncul dan bangkit. Kebangkitan China ini justru disebabkan, lagi-lagi, oleh kebodohan AS itu sendiri.
"Saat AS fokus mengacak-acak Timur Tengah yang berujung kekalahan, China, fokus berdagang dan meluaskan sayap pengaruh. Pada titik ini sebetulnya AS luput dan telat sadar kalau dirinya mengalami kemunduran." |
Merujuk data IMF, pada 2000 PDB China hanya 7% dunia. Namun, dua dekade kemudian, nilainya berlipat ganda menjadi hampir 19%. Pada periode yang sama, PDB AS justru merosot dari 20% menjadi hampir 16%.
Baru-baru ini, IMF bahkan mengatakan, bahwa selama lima tahun ke depan China akan menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi global, dengan pangsa dua kali lipat dari Amerika Serikat.
Berdasarkan data World Economic Outlook (WEO) edisi April 2023 yang dirilis minggu lalu, kontribusi China dari ekspansi produk domestik bruto (PDB) global diharapkan mewakili 22,6% dari total pertumbuhan dunia hingga 2028.
Di lain sisi, IMF juga memperkirakan perekonomian global hanya akan tumbuh sekitar 3% dalam lima tahun mendatang karena dampak suku bunga yang lebih tinggi.
Secara total, 75% dari pertumbuhan global diperkirakan akan terkonsentrasi di 20 negara. Empat besar yang diperkirakan akan berkontribusi lebih dari separuhnya adalah China, India, Amerika Serikat dan Indonesia.
IMF pun memproyeksikan ekonomi China akan tumbuh 5,2% pada 2023 dan 4,5% pada 2024. Sementara pertumbuhan AS diperkirakan akan melambat menjadi 1,6% pada 2023 dan menjadi hanya 1,1% pada 2024.
Menurut IMF pembukaan kembali ekonomi China yang pesat dengan rebound kuat akan menjadi salah satu bagian berita positif pada 2023.
"Seiring gelombang Covid-19 mereda pada Januari 2023, mobilitas menjadi norma dan sejumlah indikator ekonomi frekuensi tinggi, seperti penjualan ritel dan pemesanan layanan perjalanan, mulai meningkat," tulis IMF dalam laporan WEO edisi April 2023.
Post a Comment for "Kondisi Berbalik! AS di Ambang Kehancuran, China Berjaya"