Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami Suku Baduy dan Pesan Lingkungan dari Para Pendahulu untuk Memelihara Alam


Penulis : Noralia Ulfa

duniapotret.com | opini - Di tengah gempuran bangunan perkotaan yang dipenuhi pusat perbelanjaan dengan berbagai promosi serta kompleks apartemen dengan harga yang fantastis, terkadang kita masih bisa menjumpai warga Suku Baduy (Suku Baduy) yang berjalan di tepi jalan tanpa alas kaki, mengenakan pakaian kain sederhana dengan ikat kepala. Saat ditanya, mereka memberikan jawaban bahwa sedang berjualan madu atau berkunjung ke keluarga di kota.

Masyarakat Baduy menyebut diri mereka sebagai Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Kata 'baduy' sendiri merupakan istilah yang digunakan oleh peneliti Belanda, merujuk pada persamaan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang sering berpindah-pindah.
Suku Baduy menetap di lereng pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Lokasi pemukiman mereka berjarak sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten.

Warga Baduy Dangka telah menetap di luar wilayah tanah adat mereka. Mereka tidak lagi terikat oleh norma atau kepercayaan animisme Sunda Wiwitan yang menjadi landasan Suku Baduy. Warga ini juga telah menjalani pendidikan dan memiliki pemahaman terhadap teknologi.

Di sisi lain, warga Baduy Luar masih tinggal di dalam batas tanah adat. Mereka masih memegang teguh kepercayaan pada Sunda Wiwitan. Meskipun menjalani kehidupan yang masih mengutamakan tradisi, mereka juga telah melek pendidikan dan teknologi. 

Warga Baduy Luar dikenal dengan ciri khas pakaian serba hitam dan ikat kepala berwarna biru. Sedangkan, warga Baduy Dalam atau Baduy Jero mendiami bagian terdalam tanah adat. Pakaian mereka identik dengan warna putih. Kepercayaan pada Sunda Wiwitan masih sangat kuat di kalangan Baduy Dalam, dan mereka dianggap memiliki hubungan yang erat dengan leluhur mereka.

Mereka tidak mengikuti pendidikan formal, tidak memiliki pengetahuan teknologi, bahkan tidak menggunakan alas kaki sebagai bentuk menjalani kehidupan sederhana yang dianggap sebagai cara untuk tetap dekat dengan Yang Maha Esa.

Keberadaan Baduy Dalam mendapat perlindungan dari Baduy Dangka dan Baduy Luar. Kedua kelompok ini bertanggung jawab untuk menyaring informasi dari dunia luar agar tradisi Suku Baduy tetap terjaga.

Warga Baduy Dangka banyak yang membuka usaha di bidang jasa pariwisata, restoran, dan penjualan souvenir, sementara warga Baduy Luar dan Baduy Dalam lebih banyak yang menggeluti sektor pertanian dan peternakan.

Meskipun Desa Kanekes memiliki banyak pabrik yang dibangun di Rangkasbitung,
persawahan di daerah tersebut tetap mempertahankan keasliannya.

Pemerintahan Suku Baduy

Mengutip tulisan di situs resmi Pemprov Banten, Suku Baduy mengenal dua sistem
pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat.

Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, warga dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pemerintah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adatbtertinggi, yaitu pu'un. Jabatan pu'un berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. 

Jangka waktu jabatan pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut. Sebagai tanda kepatuhan kepada penguasa, Suku Baduy secara rutin melaksanakan tradisi Seba ke Kesultanan Banten. 

Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui Bupati Kabupaten Lebak.

Kepercayaan Suku Baduy

Menurut kepercayaan yang mereka anut, Suku Baduy mengklaim keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi. Asal usul ini sering dikaitkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Adam dan keturunannya, termasuk Suku Baduy, memiliki tanggung jawab untuk bertapa demi menjaga harmoni dunia. Oleh karena itu, Suku Baduy sangat memperhatikan kelestarian lingkungannya untuk menjaga keseimbangan alam semesta, menghindari eksploitasi berlebihan terhadap air dan tanah. 

Objek kepercayaan paling penting bagi Suku Baduy adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Suku Baduy mengunjungi tempat tersebut untuk melakukan upacara keagamaan setiap tahun pada bulan Kelima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. 

Hanya pu'un (ketua adat tertinggi) dan beberapa anggota masyarakat terpilih yang berpartisipasi dalam ritual tersebut. Di kompleks Arca Domas terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan, dan kondisinya menjadi pertanda penting untuk hasil panen. 

Aturan Berkunjung ke Desa Kanekes Suku Baduy

Desa Kanekes dapat dikunjungi melalui Terminal Ciboleger sebagai pemberhentian terakhir kendaraan bermotor. Wisatawan akan dipandu melintasi bukit dan masuk ke dalam hutan untuk mencapai desa warga Baduy Luar. Saat mengunjungi Suku Baduy, turis diharuskan mematuhi adat istiadat mereka. 

Aturan utama saat berkunjung adalah menjaga kelestarian alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan barang kemasan sekali pakai, dan menggunakan pasta gigi serta sabun di sungai. Aturan lainnya bervariasi tergantung apakah wilayah yang dikunjungi adalah Baduy Luar atau Baduy Dalam.
Karena Suku Baduy cenderung menjauh dari hal-hal duniawi, disarankan untuk mengenakan pakaian tertutup dan meninggalkan gadget seperti telepon genggam atau kamera. Warga Baduy
Dalam juga tidak suka difoto. Bagi yang masih bingung dengan aturan, disarankan untuk datang bersama pemandu wisata dari Suku Baduy. Selain dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai adat istiadat, hal ini juga membantu dalam mendukung ekonomi Suku Baduy. 

Perlu diingat bahwa Desa Kanekes tetap terlarang bagi warga negara asing, dan upaya masuk oleh beberapa wartawan asing selalu ditolak hingga saat ini.(*)

Post a Comment for "Memahami Suku Baduy dan Pesan Lingkungan dari Para Pendahulu untuk Memelihara Alam"